Apakah HTS Dosa? mari kita bahas. Hubungan Tanpa Status (HTS) semakin marak dibicarakan di media sosial dan lingkungan pergaulan anak muda. HTS adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan yang terjalin tanpa adanya ikatan resmi seperti pacaran atau pernikahan. Meski kedua belah pihak mungkin memiliki perasaan satu sama lain, hubungan ini tidak diresmikan dalam bentuk komitmen formal. Banyak yang beranggapan bahwa HTS adalah bentuk hubungan yang lebih “bebas” dibandingkan pacaran karena tidak adanya kewajiban atau tuntutan yang mengikat, tetapi pada kenyataannya, HTS juga membawa berbagai risiko, baik dari segi emosi maupun moral.
Selain itu, fenomena ghosting, atau tindakan memutus komunikasi secara tiba-tiba tanpa penjelasan, sering terjadi dalam hubungan HTS. Ghosting adalah tindakan yang membuat salah satu pihak merasa “digantung”, tidak mendapatkan kejelasan apakah hubungan tersebut akan berlanjut atau berakhir.
Dalam pandangan Islam, HTS dan pacaran tanpa komitmen resmi ini menimbulkan berbagai persoalan. Salah satu kekhawatiran utama adalah bahwa hubungan semacam ini dapat mendekatkan seseorang kepada zina, sesuatu yang sangat dilarang dalam agama Islam. Di artikel ini, kita akan membahas apakah HTS dosa menurut Islam, pandangan ulama mengenai hubungan tanpa status, serta solusi yang dianjurkan Islam untuk menjaga kesucian hubungan antara laki-laki dan perempuan.
Daftar Isi :
Apa itu HTS dan Ghosting?
Istilah HTS digunakan untuk menggambarkan hubungan yang tidak memiliki status yang jelas. Meskipun ada perasaan atau ketertarikan antara kedua belah pihak, tidak ada ikatan formal yang melandasi hubungan tersebut. Pada dasarnya, HTS adalah hubungan yang berjalan tanpa arah yang jelas, yang biasanya tidak berujung pada pernikahan atau komitmen jangka panjang. Di sinilah muncul persoalan: ketika hubungan tanpa status ini berlanjut, baik secara emosional maupun fisik, apakah ini bisa dianggap sebagai bentuk pelanggaran dalam pandangan Islam?
HTS seringkali diikuti oleh fenomena ghosting. Ghosting adalah tindakan memutuskan hubungan atau komunikasi tanpa memberikan alasan atau peringatan sebelumnya. Ini sangat merugikan salah satu pihak, karena tidak ada kejelasan mengenai akhir dari hubungan tersebut. Seseorang yang di-ghosting sering merasa bingung, kecewa, dan bahkan trauma karena tidak mendapatkan kepastian.
Dalam Islam, kejelasan dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan sangat penting. Setiap hubungan harus didasarkan pada niat yang jelas, terutama jika hubungan tersebut dimaksudkan untuk menuju pernikahan. Syariat Islam menekankan pentingnya komitmen yang formal, seperti khitbah (lamaran), sebagai langkah awal dalam membangun hubungan yang halal dan diridhai oleh Allah.
Pandangan Islam Tentang HTS
Dalam Islam, hubungan antara laki-laki dan perempuan harus dibangun berdasarkan aturan yang jelas dan tegas. Al-Qur’an dan hadits mengajarkan bahwa segala bentuk pergaulan yang mendekatkan seseorang kepada zina harus dihindari.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”
(Surat Al-Isra’ ayat 32)
Ayat ini memberikan peringatan tegas bahwa perbuatan zina adalah sesuatu yang sangat keji dan merupakan jalan yang salah. Segala bentuk tindakan yang dapat mengarah pada zina, seperti pacaran bebas atau HTS, harus dihindari oleh umat Islam. Meskipun HTS secara teknis mungkin bukan zina, namun hubungan ini bisa menjadi pintu gerbang menuju perbuatan zina, terutama ketika kedua belah pihak tidak menjaga batasan syariat yang telah ditetapkan.
Rasulullah SAW juga menegaskan dalam sebuah hadits:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ وَلا تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ
“Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW berkhutbah, ia berkata: Jangan sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan kecuali beserta ada mahramnya, dan janganlah seorang perempuan melakukan musafir kecuali beserta ada mahramnya.”
(HR. Bukhari)
Hadits ini menunjukkan bahwa Islam menekankan pentingnya menjaga jarak dalam interaksi antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Hal ini untuk menghindari terjadinya khalwat (berduaan) yang bisa menimbulkan fitnah dan godaan untuk melakukan zina.
Khitbah Adalah Solusi Islam untuk Hubungan yang Halal
Islam menawarkan solusi yang jelas bagi mereka yang ingin membangun hubungan dengan lawan jenis: khitbah atau lamaran. Khitbah adalah proses di mana seorang laki-laki menyampaikan niatnya untuk menikahi seorang perempuan. Proses ini memberi kejelasan dalam hubungan, yang menjadi langkah awal menuju pernikahan yang sah.
Khitbah atau lamaran bukanlah pernikahan itu sendiri, tetapi hanya janji untuk menikah. Oleh karena itu, meskipun seorang laki-laki telah melamar seorang perempuan, keduanya tetap tidak boleh melakukan hal-hal yang melampaui batas, seperti berduaan atau bersentuhan secara fisik. Seperti yang dikatakan oleh Az-Zuhayli:
الخطبة مجرد وعد بالزواج، وليست زواجاً، فإن الزواج لا يتم إلا بانعقاد العقد المعروف، فيظل كل من الخاطبين أجنبياً عن الآخر، ولا يحل له الاطلاع إلا على المقدار المباح شرعاً وهو الوجه والكفان
“Khitbah itu baru sekadar janji pernikahan, bukan pernikahan. Sebab, pernikahan tak terlaksana kecuali dengan sahnya akad yang sudah maklum. Dengan begitu, laki-laki yang melamar dan perempuan yang dilamar statusnya masih orang lain. Tidak halal bagi si pelamar untuk melihat si perempuan kecuali bagian yang diperbolehkan syariat, yakni wajah dan kedua telapak tangan.”
(Lihat Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, jilid IX, halaman 6493)
Khitbah menjadi cara yang direkomendasikan oleh syariat untuk mengenal calon pasangan lebih dekat sebelum menikah. Ini memberi kesempatan bagi kedua belah pihak untuk saling mengetahui sifat, karakter, dan kecocokan satu sama lain. Namun, hubungan ini harus tetap dalam batasan yang ditetapkan syariat.
Mengapa Pacaran dan HTS Dianggap Mendekati Zina?
Pacaran dan HTS dianggap mendekati zina karena hubungan ini sering kali melibatkan interaksi yang berlebihan antara laki-laki dan perempuan, seperti berduaan, saling memandang dengan nafsu, dan berbicara mesra tanpa tujuan yang jelas. Islam sangat tegas dalam melarang perbuatan yang bisa membuka pintu menuju zina. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا، أَدْرَكَ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ، فَزِنَا الْعَيْنِ النَّظَرُ، وَزِنَا اللِّسَانِ الْمَنْطِقُ، وَالنَّفْسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِي، وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ أَوْ يُكَذِّبُهُ
“Sesungguhnya Allah menetapkan jatah zina untuk setiap manusia. Dia akan mendapatkannya dan tidak bisa dihindari: zina mata dengan melihat, zina lisan dengan ucapan, zina hati dengan membayangkan dan gejolak syahwat, sedangkan kemaluan membenarkan semua itu atau mendustakannya.”
(HR. Bukhari 6243 dan Ahmad 7935)
Hadits ini menjelaskan bahwa zina tidak hanya terbatas pada hubungan fisik, tetapi juga mencakup tindakan-tindakan kecil seperti memandang dengan nafsu atau berbicara mesra. Semua ini adalah langkah-langkah awal yang bisa menjerumuskan seseorang ke dalam dosa yang lebih besar.
Menikah untuk Menjaga Kesucian
Islam memberikan solusi yang sangat jelas bagi mereka yang ingin menjaga diri dari perbuatan dosa: menikah. Menikah adalah cara yang halal untuk memenuhi kebutuhan emosional dan fisik seseorang, serta membangun hubungan yang diridhai Allah. Rasulullah SAW bersabda:
_يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْك
ُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ_
“Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian sudah mampu menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Jika belum mampu, maka berpuasalah, karena puasa itu dapat menjadi penawar nafsu.”
(HR. Bukhari no. 1905 dan Muslim no. 1400)
Dengan menikah, seseorang bisa menjaga pandangan, menjaga kehormatan, dan menghindari perbuatan dosa yang dilarang dalam Islam. Pernikahan juga merupakan sunnah Nabi dan menjadi sarana untuk mendapatkan pahala yang besar di sisi Allah.
Kesimpulan
Hubungan Tanpa Status (HTS) dan ghosting adalah fenomena yang semakin sering terjadi di kalangan anak muda. Meskipun tampak lebih “bebas” dibandingkan pacaran, HTS juga membawa berbagai risiko dari segi moral dan emosi. Dalam pandangan Islam, segala bentuk hubungan yang tidak memiliki kejelasan dan dapat mendekatkan seseorang kepada zina harus dihindari. Islam menekankan pentingnya menjaga batas-batas syariat dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan, serta menawarkan solusi yang halal melalui pernikahan.
Oleh karena itu, jika seseorang ingin membangun hubungan yang diridhai Allah dan jauh dari perbuatan dosa, langkah yang paling baik adalah melalui khitbah dan menikah. Dengan demikian, hubungan yang dijalani akan lebih terarah, penuh berkah, dan membawa kebahagiaan dunia serta akhirat.
Dirangkum dari sumber : nu.or.id
Hal yang Sering Ditanyakan Tentang HTS (Hubungan Tanpa Status)
Hubungan Tanpa Status (HTS) dalam Islam: Apakah Diperbolehkan?
Dalam ajaran Islam, hubungan yang tidak jelas statusnya, seperti adik-kakak zone, teman tapi mesra (TTM), atau hubungan tanpa status (HTS), semuanya dianggap sebagai bentuk pacaran yang dapat berujung pada zina. Allah SWT telah memerintahkan dalam Al-Qur’an, Surat Al-Isra’ ayat 32, agar umat Islam menjauhi zina, bukan hanya perbuatan zina itu sendiri, tetapi segala hal yang mendekati zina.
HTS dan Pacaran: Apakah Sama?
HTS adalah singkatan dari Hubungan Tanpa Status, yaitu hubungan yang belum memiliki kejelasan, apakah dianggap sebagai pacaran atau bukan. Meskipun tidak diakui secara resmi sebagai pacaran, hubungan semacam ini memiliki banyak kemiripan dengan pacaran, yang tetap dilarang dalam Islam.
Mengapa Pacaran Diharamkan dalam Islam?
Islam melarang pacaran karena dianggap mendekati perbuatan zina. Larangan ini ditegaskan dalam Al-Qur’an, Surah Al-Isra ayat 32. Nabi Muhammad SAW juga menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan yang bukan mahram tidak diperbolehkan berduaan, sesuai dengan hadis yang mengingatkan akan bahaya mendekati zina.
Pacaran Virtual: Apakah Termasuk Haram?
Pacaran, baik secara langsung maupun virtual, tetap dianggap haram dalam Islam. Hal ini karena meskipun tidak ada kontak fisik, hubungan tersebut dapat mendekatkan diri pada perbuatan yang diharamkan, yaitu zina. Zina adalah dosa besar dan termasuk perbuatan keji dalam Islam.
Apakah Pacaran Lewat HP Termasuk Dosa?
Pacaran jarak jauh, termasuk melalui HP, juga dilarang dalam Islam. Al-Qur’an secara tegas melarang mendekati zina, seperti yang tercantum dalam Surat Al-Isra’ ayat 32: “Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk.”
TTM (Teman Tapi Mesra) dalam Pandangan Islam
Hubungan ‘teman tapi mesra’ juga dilarang dalam Islam karena sering kali berakhir pada perbuatan zina, yang jelas-jelas diharamkan. Islam bukan hanya melarang zina, tetapi juga melarang umatnya mendekati segala hal yang bisa mengarah pada zina.
Dosa Pacaran: Apakah Bisa Diampuni?
Dosa yang dihasilkan dari pacaran tidak otomatis dihapus hanya dengan menikah. Dosa tersebut harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT dan dihapuskan melalui taubat yang sungguh-sungguh.
Bagaimana Cara Mengakhiri HTS?
Jika berada dalam hubungan tanpa status (HTS), ada beberapa langkah yang dapat diambil:
- Tanyakan Komitmen: Pastikan kejelasan status hubungan.
- Ungkapkan Sikap: Nyatakan perasaan dan keinginan secara terbuka.
- Tentukan Batas Waktu: Berikan waktu tertentu untuk menentukan kejelasan hubungan.
- Buat Batasan Jelas: Jika tetap ingin berteman, pastikan ada batas yang tidak dilanggar.
- Lepaskan Hubungan Sepenuhnya: Jika kejelasan tidak didapat, putuskan hubungan untuk menghindari hal-hal yang dilarang.
Dengan mengikuti panduan ini, diharapkan hubungan yang tidak jelas dapat diakhiri sesuai dengan ajaran Islam.